Menuju Babak Baru Pemerintahan Desa

Jumat, 25 November 2011

BERPOLITIK DENGAN DAKWAH DAN BERDAKWAH DENGAN POLITIK

Perdebatan antara moral dan politik sesungguhnya ini sudah menjadi wacana klasik dalam sejarah islam, paradigm pemisah antara moral dan politik inipun berakibat pada pemisahan antara agama dan politik, padahal agama dan politik merupakan dua hal yang tidak bisa d pisahkan, dimana terjadi hubungan simbiosis mutualistik. Islam dengan kaidahnya membicarakn persoalan Al-Islam diin wa minhu al-daulah, islam adalah agama dan Negara, politik adalah bagian dari integral dari keseluruhan norma islam, begitupun dengan politik islam (as-siyasah) merupakan urusan-urusan masyarakat dalam bernegara.
Dalam terminologi islam system politik islam dinamakan Khilafah atau Imamah. Kewajibannya secara normatif dalam islam adalah sesuatu yang tidak dapat diragukan lagi. Seluruh imam dan para mujtahid besar, tanpa kecuali, telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilapah atau Imamah ini. Syekh Abdurrahman Aljazili menegaskan hal ini dalam kitabnya Al-Fik ‘Ala Al-madzhabi Al-Arba’ah, para imam yang empat (Abu Hanifah, Malik, Syafi’I, dan akhmad) Rahimahullah, telah sepakat bahwa Imamah itu wajib adanya. Tidak hanya kalangan Akhlus Sunah saja yang mewajibkan Khilafah, bahkan seluruh kalangan Akhlus Sunah dan Syiah, juga kalangan Khawarij dan Mu’ Tazilah. Tanpa kecuwali bersepakat tenteng wajibnya mengangkat wajibnya seorang khalifah.
Imam Asy-Syaukani (W. 1250 H) dalam Nailul Authar mengatakan bahwa, menurut golongan Syi’ah, mayoritas Mu’Tazilah dan Asy’ariyah, Khilafa adalah wajib menurut Syarak.
Ibnu hasan (W. 459 H) dalam Al-Fashl Fi Al-Milal Wa Al-Ahwa’ Wa An-Nihal mengatakan, telah sepakat seluruh Akhlus Sunah, seluruh Murjiah, seluruh Syi’ah, Dan seluruh Hawarij. Mengenai wajibnya Imamah atau Khilafah.
Khilapah islam sebagai bentuk sistem pemerintah islam yang akan menjalankan politik islam sebagai ruh, menjalankan sisitem pemerintahan yang mulia, adalah memeng suatu kewajiban Syar’I. jelas lah politik dalam arti yang luwas, mengurus berbagai kepentingan rakyat sesuwai dengan apa yang telah di lakukan oleh para Nabi SAW, dilanjutkan khalifah sesudah beliu, mulai dari Khulafa’urrasidin, di lanjutkan dengan Khulafa Muawiyah, Abbasysyiin, hingga Utsmaniayah. Hal ini juga sebagai mana yang kaum Bani Israil, mereka para nabi yang mengatur para urusan-urusan Bani Israil, begitupun dalam konteks sekarang, para Umarak misalnya seperti Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, dan Kepala Desa, berkewajiban mengatur urusan-urusan rakyatnya.
Karena politik adalah melaksanakan sesuatu yang bias menjadi baik (Al-Qiyaam ala al-syai’ bima yuslihuhu). Lebih jelasnya politik dan agama adalah dua saudara kembar, atau dua sisi dari sebuah mata uang sebagai mana yang telah diterang oleh Imam Ghozali: “ Agama Dan Kekuasaan adalah dua saudara kembar, dimana agama adalah sebuah pondasi sedangkan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi akan runtuh, ada pun pendapat yang memisahkan agama dan politik bukanlah pendapat yang shahih dan muk’tabar (credibele). Lagi pula, di tengah dominasi paham sekular dewasa ini, penolakan politik islam bukan merujuk pada norma dan pengalaman sejarah umat islam, melainkan lebih merujuk pada norma dan sejarah masyarakat eropa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar